Membentuk Karakter Mulai dari Ruang Kelas, Peran Guru dan Tanggung Jawab sebagai Calon Guru Penggerak pada Trapesium Usia

 


     Membentuk karakter individu yang kuat dan berintegritas merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan. Proses ini dimulai dari ruang kelas, di mana peran guru menjadi kunci dalam membentuk karakter siswa. Hal ini menjadi semakin relevan dalam konteks calon guru penggerak pada trapesium usia yang tengah mengemban tugas pendidikan.

    Guru adalah agen penting dalam pembentukan karakter siswa. Mereka bukan hanya penyampai pengetahuan, tetapi juga panutan dan teladan bagi generasi muda. Dalam lingkungan trapesium usia, calon guru penggerak memiliki tanggung jawab besar untuk membentuk karakter siswa dengan nilai-nilai moral, etika, dan sosial yang kuat.

    Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi peran guru sebagai pembentuk karakter dalam konteks trapesium usia, serta membahas tanggung jawab yang harus diemban oleh calon guru penggerak. Dengan pemahaman yang mendalam tentang peran ini, mereka akan menjadi motor penggerak yang kuat dalam membentuk generasi yang berkarakter dan berintegritas. Berikut Trapesium Usia .




KETERANGAN

  • Lulus setrata 1 usia 21 tahun (2016)
  • Lulus setrata 2 usia 24 tahun (2019)
  • Peristiwa negatif umur 13 tahun (2008)
  • Peristiwa positif umur 16 tahun (2011)

 

Selisiusia dengan saat ini:

  • Peristiwa negatif : 28 -13= 15 Tahun
  • Peristiwa positif : 28 -16= 12 Tahun

 

 

TUGAS 1. REFLEKSI

1.

Pada tahun 2008, saat saya berusia 13 tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya mengalami periode yang penuh tantangan. Saat itu, saya belum sepenuhnya menemukan jati diri saya, dan hasil akademis saya sangat rendah. Saya menduduki peringkat yang hampir terbawah di kelas.

Ketika mendekati akhir masa SMP, saya mulai merenungkan masa depan saya. Rasanya sulit untuk melupakan pengalaman negatif di SMP dan berpikir bahwa jika saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA), saya akan menghadapi masalah yang sama. Selain itu, di masa itu, isu tawuran dan kekerasan pelajar masih marak di beberapa sekolah, termasuk SMA.

Dengan berat hati, saya memutuskan untuk mencari alternatif lain setelah lulus SMP. Saya membulatkan tekad untuk masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menawarkan program pendidikan yang lebih terfokus pada keterampilan praktis. Meskipun ada isu-isu tentang kekerasan di SMK juga, saya berharap dapat menemukan lingkungan yang lebih mendukung di sana.

Setibanya di SMK, saya merasa lega karena menemukan minat dan bakat saya yang sebenarnya. Saya mulai mengejar passion saya di bidang gambar dan seni. Saya berfokus pada pembelajaran animasi, yang sangat menarik bagi saya. Guru-guru di SMK mendukung dan membimbing saya untuk mengembangkan keterampilan ini.

Pada tahun 2011, ketika saya berusia 16 tahun, saya mengambil bagian dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS) tingkat Kota, dan kemudian tingkat Provinsi di bidang Animasi. Alhamdulillah, saya berhasil lolos ke tingkat Nasional, mewakili Provinsi Sumatera Selatan. Ini adalah pengalaman yang luar biasa bagiku, dan saya merasa sangat bangga.

Meskipun awalnya mengalami peristiwa negatif di SMP dan merasa kebingungan tentang masa depan, saya akhirnya menemukan arah yang benar di SMK. Semua ini tidak mungkin tanpa dukungan dan doa orang tua, serta bimbingan dari guru-guru yang peduli. Saya juga belajar untuk tidak pernah menyerah, bahkan ketika menghadapi kesulitan. Ini adalah perjalanan yang membantu saya tumbuh dan menjadi lebih kuat.

 

2.

Dalam peristiwa tersebut, orang tua saya memberikan dukungan dan doa yang tak henti-hentinya, saudara-saudara saya memberikan motivasi dan semangat, teman-teman sekelas saya memberikan dukungan moral dan persahabatan, serta guru-guru di SMK memberikan bimbingan dan panduan yang sangat berarti dalam pengembangan bakat saya di bidang animasi.

 

3.

Dampak emosional dari peristiwa negatif di masa lalu adalah saya merasa tunduk, bingung, sedih, dan seringkali terdiam dalam pemikiran. Namun, peristiwa positif yang saya alami kemudian membawa perubahan besar dalam emosi saya. Saya menjadi lebih percaya diri, menerima diri sendiri, penuh optimisme terhadap masa depan, tertarik dengan passion saya dalam bidang animasi, merasa takjub akan prestasi yang telah saya capai, serta merasa gembira dan senang atas pencapaian luar biasa dalam lomba tingkat nasional. Transformasi emosi ini mencerminkan ketekunan dan ketabahan saya dalam menghadapi berbagai tantangan.

 

4.

Momen-momen yang terjadi di masa sekolah masih terasa kuat dan terus memengaruhi diri saya hingga saat ini, karena di masa itu saya belajar untuk menggali potensi diri saya yang kini membantu saya dalam menjalani kehidupan saat ini.

 

5.

Pelajaran hidup yang saya peroleh dari kegiatan trapezium usia dan roda emosi, terkait peran saya sebagai guru terhadap peserta didik, adalah bahwa peserta didik seringkali mengalami peristiwa-peristiwa baik positif maupun negatif dalam kehidupan mereka. Dari peristiwa-peristiwa ini, seorang anak mulai membentuk pola pikir yang baik. Bahkan dari peristiwa-peristiwa negatif, mereka dapat mengalami perasaan bersalah yang kemudian membantu mereka mengembangkan perilaku yang lebih positif. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting, yaitu untuk membimbing dan memahami peserta didik di sekolah.

Anak-anak yang mungkin terlihat nakal atau malas bukan selalu harus dianggap buruk, namun mereka memerlukan pendekatan bimbingan yang persuasif. Sebagai guru, tugasnya adalah membantu mereka memahami konsekuensi dari perbuatan mereka, mendukung perkembangan positif, dan mengarahkan mereka ke jalan yang lebih baik.

 

6.

Sebagai seorang guru, saya yakin bahwa peran saya adalah sebagai figur orang tua di sekolah yang membimbing murid dalam proses belajar, mengatasi keterbatasan, dan selalu menuntun mereka untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap agar mereka dapat menggali makna yang lebih dalam dari ilmu yang dipelajari.

 

 

Tugas 2. Nilai dan peran guru penggerak menurut saya adalah

1.

Nilai-nilai dalam diri saya, seperti motivasi yang tinggi, kegigihan, kerja keras, dan tingkat empati yang tinggi, menjadi daya penggerak bagi saya untuk memotivasi murid, berkolaborasi dengan rekan guru, dan memberikan kontribusi positif pada komunitas sekolah saya, tanpa mengurangi kesadaran akan kekurangan yang saya miliki.

 

2.

Peran yang selama ini saya pegang dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya adalah sebagai suri tauladan, komunikator yang baik, sahabat dan mitra kerja, serta sebagai pendengar setia yang selalu siap mendengarkan keluh kesah yang dialami oleh peserta didik dan rekan guru. Hal ini dilakukan dengan tujuan menciptakan pendidikan yang lebih maju dan berkualitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Positif dan Negatif TIK